Minggu, 03 Juni 2012

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pendengaran Akibat Otitis Media Kronis


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang

Perforasi membran timpani biasanya disebabkan oleh trauma atau infeksi. Sumber trauma meliputi fraktur tulang tengkorak,cedera ledakan, atau hantaman keras pada telinga. Infeksi kronik telinga tengah tidak hanya mengakibatkan kerusakan membran timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid. Sebelum penemuan antibiotika, infeksi mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa. Sekarang, penggunaan antibiotika yang bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan mastoiditis koalesens akut menjadi jarang. Kebanyakan kasus mastoid akut sekarang ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan telinga yang tidak memadai dan mengalami infeksi telinga yang tidak ditangani. Selain itu untuk kasus dengan penanganan yang terlambat dapat menyebabkan berbagai masalah yang membahayakan diantaranya paralis nervus fasialis, kehilangan pendengaran sensorineural dan atau gangguan keseimbangan ( akibat erosi telinga dalam ) dan abses otak. ( Suzanne C. Smeltze, 2001)
  Fenomena inilah yang menarik kami untuk mengadakan penyusunan makalah dengan judul “ Asuhan Keperawatan Dengan  Gangguan Sistem Pendengaran Akibat Otitis Media Kronis ” dengan harapan karya ini dapat dipakai untuk mengetahui tentang otitis media kronis lebih lanjut.


1.2  Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari makalah ini kami bedakan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Untuk tujuan umum dari penyusunan makalah ini yaitu untuk memberikan pemahaman mengenai gangguan system pendengaran akibat otitis media kronis, dan untuk mengetahui bagaimana penerapan asuhan keperawatan terhadap klien dengan gangguan system pendengaran akibat otitis media kronis. Sedangkan tujuan khususnya yaitu:
1. Mengetahui mengenai pengertian, etiologi, patofisiologi, Manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostic dan penatalaksanaan medis yang terjadi pada penyakit otitis media kronis.
2. Mengetahui pengkajian pada pasien dengan gangguan sitem pendengaran akibat otitis media kronis, mengetahui cara menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan sitem pendengaran akibat otitis media kronis, dapat mengetahui cara membuat rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan pada pasien dengan otitis media kronis, dan dapat mengetahui intervensi  keperawatan dan mengevaluasi pasien dengan gangguan sistem pendengaran akibat otitis media kronis.

                    
1.3  Manfaat Penulisan
            
Adapun manfaat penulisan dari makalah yang kami susun adalah sebagai berikut:
1.      Manfaat pengetahuan
Menambah keragaman ilmu pengetahuan bagi dunia keperawatan umumnya, khususnya adalah keperawatan medical bedah.
2.      Manfaat pendidikan
Memberikan referensi mengenai pembahasan yang menyeluruh meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan gangguan pada system pendengaran yang dibahas.
3.      Manfaat praktis
a.       Bagi profesi
Sebagai salah satu sumber literature dalam pengembangan bidang profesi keperawatan khususnya keperawatan medical bedah tentang penyakit otitis media kronis.
b.      Bagi peneliti
Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang pembahasan dan proses keperawatan yang dilakukan pada klien dengan gangguan system pendengaran.



1.4  Metodologi Penulisan

Adapun metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan mencari sumber dari berbagai literature baik itu buku maupun dari berbagai media elektronik.


1.5  Sistematika Penulisan

Adapun sistematika dari penulisan makalah ini terdiri dari:
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I                         PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
1.2  Tujuan penulisan
1.3  Manfaat penulisan
1.4  Metodologi penulisan
1.5  Sistematika penulisan
BAB II                        PEMBAHASAN
BAB III                       KESIMPULAN
                    SARAN
DAFTAR PUSTAKA












BAB  II
PEMBAHASAN


2.1 Definisi

Otitis media kronik (OMK) adalah peradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani. Sedangkan OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan. Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran timpani atau sekurang-kurangnya pada annulus. Defek dapat ditemukan seperti pada anterior, posterior, inferior atau subtotal. Menurut Ramalingam bahwa OMSK adalah peradangan kronis lapisan mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis yang ireversibe.
Otitis media kronik merupakan kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan ireversibel dan biasanya disebabkan karena episode berulang otitis media akut. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani.
Otitis media kronik atau mastoiditis kronik ini lebih seing ditemukan, dan beberapa ahli infeksi kronik ini dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam (epitel skuasoma) dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah, hal inilah yang menyebabkan gangguan pada fungsi telinga akibat otitis media kronik.



2.2 Etiologi

Otitis media (OM) sering terjadi setelah infeksi saluran nafas atas oleh bakteri atau virus yang menyebabkan peradangan di mukosa, gangguan drainase telinga tengah dan menyebabkan penumpukan cairan steril. Bakteri atau virus masuk ke telinga tengah melalui tuba eustachius, yang menyebabkan infeksi telinga tengah. Agen-agen infeksi tersebut diantaranya agen infeksi dari tenggorok yaitu streptococcus, stapilococcus, diplococcus pneumonie, hemofilus influens, Gram (+), rongga mulut S. Pyogenes, S. Albus, Gram (-), dan hidung meliputi Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli, Kuman anaerob : Alergi, diabetes melitus, TBC paru.
Bakteri yang paling sering menyebabkan otitis media adalah S.Pneumoniae, H.influenzae, dan M. catarrhalis. Bakteri pathogen yang lebih jarang meliputi Streptococcus spp grup A, S. Aureus, dan spesies Gram-negatif. Pada 30% kasus tidak ada bakteri pathogen yang ditemukan, dan pada 44% kasus, virus merupakan satu-satunya organism yang ditemukan. 


2.3 Patofisiologi

Agen infeksi dari tenggorok, rongga mulut, hidung oleh bakteri diantaranya stepcococcus, stafilococcus, diplococcus pneumonia, dll mengakibatkan disfungsi tuba eutachius hingga influks bakteri ketelinga tengah akan mengakibatkan infeksi telinga tengah. Dan apabila keadaan ini berlanjut atau berulang, ruptur membran timpany serta adanya OMA ( pengobatan tidak tuntas virulensi meningkat ) mengakibatkan OMK.
Dari influks membran timpany menyebabkan perforasi membran timpany dan nekrosis membran timpany serta ruptur membran timpany yang akan mengeluarkan nanah sehingga nanah menumpuk di belakang membran timpany mengakibatkan penurunan hantaran suara, melanjut ke penurunan fungsi pendengaran.
Jika daya tahan tubuh melemah nanah akan keluar terus dan menjadi kronis. Pengobatan yang tidak tuntas, episode berulang mengakibatkan infeksi pada telinga dalam alkan merusak tulang karena adanya kolesteatoma pada telinga tengah bisa dilakukan tindakan operasi dengan mastoidektomi.


2.4 Manifestasi Klinis

Terkadang gejala dapat dirasakan minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat otorea intermiten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali paa kasus mastoisitis akut, dimana daerah post-aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema.
Kolesteatoma yang dilanjutkan dengan pertumbuhan kulit dari membrane timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah rusak dan mengadung bahan sebaseus, kantong tersebut dapat melekat struktur telinga tengah dan mastoid, biasanya tidak menyebabkan nyeri. Evaluasi pada otoskopik pada membran timpani memperlihatkan adanya perforasi. Kolesteatoma terkadang dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil audiometri pada kasus kolesteatoma sering mempelihatkan kehilanga pendengaran konduktif atau campuran.



2.5 Pemeriksaan Diagnostic

Pemeriksaan diagnostic yang sering dilakukan pada kasus otitis media kronis ini diantaranya meliputi :
·         Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
·         Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpany
·         Kultur dan uji sensitifitas: dilakukan bila dilakukan timpanosesntesis (Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpany).


2.6 Penatalaksanaan Medis

Penanganan local meliputi pembersihan hati-hati telinga menggunakan mikroskop dan alat penghisap. Pemberian antibiotika atau pemberian bubuk antibiotika sering membantu bila terdapat cairan purulen.
Berbagai prosedur pembedahan dapat dilakukan bila dengan penanganan obat tidk efektif. Dapat dilakukan timpanoplasti dan yang paling sering adalah timpanoplasti-rekonstruksi bedah membrane timpani dan osikulus. Tujuan dari timpanoplasti adalah mengembalikan fungsi telinga tengah, menutup lubang perforasi, telinga tengah, mencegah infeksi berulang, dan memperbaiki pendengaran. Timpanoplasti dilakukan melalui kanalis auditorius eksternus, baik secara transkanal atau melalui insisi aurikuler. Isis telinga tengah diinspeksi secara teliti, dan hubungan antara osikulus dievalusi. Terputusnya rantai osikulus adalah yang paling sering terjadi pada otitis media, namun masalah rekonstruksi juga akan muncul dengan adanya malformasi telinga tengah dan dislokasi osikuler akibat cidera kepala. Perbaikan dramatis pendengaran dapat terjadi stelah penutupan lubang perforasi dan perbaikan kembali osikulus. Pembedahan biasanya dilakukan pada pasien rawat jalan dengan anesthesia umum.
Selain tu dapat juga pembedahan mastoidektomi. Tujuan dari pembedahan ini adalah untuk mengangkat kolesteatoma, mencapai struktur yang sakit, dan menciptakan telinga yang aman, kering, dan sehat. Bila mungkin osikulus direkontruksi selama prosedur pembedahan awal. Namun adang beratnya penyakit mengharuskan hal ni dilakukan sebagai bagian operasikedua yang terencana. Mastoidektomi biasanya dilakukan melalui insisi post-aurikuler, dan infeksi dihilangkan dengan mengambil secara sempurna sel udara mastoid. Nervus fasialis berjalan melalui telinga tengah dan mastoid dan dapat mengalami bahaya selama pembedahan mastoid, meskipun jarang mengalami cidera.














BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN OTITIS MEDIA KRONIS (OMK)


3.1  Pengumpulan data

*            Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi pasien dengan cara wawancara atau interview. Mengetahui kondisi pasien untuk saat ini dan masa yang lalu.
Anamnesa mencakup identitas pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan dan tempat tinggal.

1.      Identitas
Meliputi identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.

2.      Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan, adakah keluhan seperti pilek dan batuk.


3.      Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST )
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time.  Seperti penjabaran dari riwayat adanya kelainan nyeri yang dirasakan.

4.      Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah ada kebiasaan berenang, apakah pernah menderita gangguan pendengaran (kapan, berapa lama, pengobatan apa yang dilakukan, bagaimana kebiasaan membersihkan telinga, keadaan lingkungan tenan, daerah industri, daerah polusi), apakah riwayat pada anggota keluarga.

5.      Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama. Ada atau tidaknya riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang dan riwayat alergi pada keluarga.

6.      Riwayat Psikososial
Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya. Pada kasus ini riwayat psikososial dapat terjadi diantaranya :
Ø  Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
Ø  Aktifitas terbatas
Ø  Takut menghadapi tindakan pembedahan

7.      Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan tempat tinggal, area lingkungan rumah, dll.

*            Pemeriksaan Fisik
1.      Inspeksi :
Ø  Keadaan umum.
Ø  Adakah cairan yang keluar dari telinga.
Ø  Bagaimana warna, bau, jumlah.
Ø  Apakah ada tanda-tanda radang.
Ø  Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium

*            Pemeriksaan Diagnostik

Ø  Tes Audiometri : AC menurun
Ø   X ray : terhadap kondisi patologi
            Misal : Cholesteatoma, kekaburan mastoid.


*            Pemeriksaan pendengaran
Ø  Tes suara bisikan
Ø  Tes garputala

3.2  Diagnosa Keperawatan

  1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses peradangan ditandai dengan edema ( pembengkakan )
  2. Gangguan persepsi/sensori ( pendengaran ) b.d penurunan pendengaran
  3. Gangguan harga diri rendah b.d stigma berkenaan dengan kondisi
  4. Intoleransi aktivitas b.d nyeri


3.3 Perencanaan Keperawatan

No.
Diagnosa Perawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1.
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses peradangan ditandai dengan edema (pembengkakan)

Rasa nyaman terpenuhi dalam waktu  jam dengan kriteria hasil :
·  Memberikan rasa nyaman
·  Mengurangi rasa nyeri


·   Kaji ulang keluhan nyeri, perhatikan lokasi/ karakter dan intensitas





·   Atur posisi yang nyaman pada pasien


·   Kompres dingin disekitar area telinga


·   Kolaborasi dalam pemberian aspirin/ analgesik sesuai instruki

·      Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan/ keefektifan intervensi


·      Memberikan kenyamana dan relaksasi pada pasien

·      Untuk meningkatkan relaksasi



·      Mengurangi rasa nyeri
2.
Gangguan persepsi/sensori (pendengaran ) b.d penurunan pendengaran

Gangguan persepsi/ sensori berkurang atau hilang

·      Kaji ketajaman pendengaran pasien




·      Ingatkan klien bahwa vertigo dan nausea dapat terjadi setelah radikal mastoidectomi. Berikan tindakan pengamanan.
·      Perhatikan droping wajah unilateral atau mati rasa


·      Anjurkan kepada keluarga/ orang terdekat klien untuk tinggal bersama klien dan memenuhi program terapi
·   Untuk mengetahui tingkat ketajaman pendengaran pasien


·   Karena akibat dari adanya gangguan telinga dalam.





·      Mengkaji adanya perlukan  (injuri) saraf wajah.

·   Untuk menghindari perasaan terisolasi pasien




3.
Gangguan harga diri rendah b.d stigma berkenaan dengan kondisi
Diharapkan gangguan harga diri klien teraba / teratasi
·   Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungan derajat kemampuan nya

·   Dorong klien un tuk mengeksplorasi perasaan tentang kritikan orang

·       Menentukan faktor- faktor secara individu dalam mengembangkan intervensi


·       Kemungkinan memiliki perasaan tidak realistik saat dikritik dan perlu mempelajari

4
Intoleransi aktivitas b.d nyeri
Diharapkan menunjukkan teknik / perilaku yang memampukan kembali beraktivitas

·    Tingkatkan tirah baring, berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung sesuai keperluan.

·    Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi.

·   Meningkatkan istirahat dan ketenangan






·     Memungkinkan periode tambahan istirahat tanpa gangguan









BAB IV
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Gangguan telinga yang paling sering adalah infeksi eksterna dan media. Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa (Soepardi, 1998).
Otitis media kronik adalah keradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani. Otitis media kronik merupakan kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan ireversibel dan biasanya disebabkan karena episode berulang otitis media akut. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani.
Otitis media konik dapat disebabkan oleh Streptococcus, Stapilococcus, Diplococcus pneumonie, Hemopilus influens, Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus, Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli. Penaganan yang terlambat pada Otitis media kronis dapat menyebabkan berbagai masalah yang membahayakan diantaranya paralis nervus fasialis, kehilangan pendengaran sensorineural dan atau gangguan keseimbangan ( akibat erosi telinga dalam ) dan abses otak.


1.2              Saran
Diharapkan makalah ini bisa memerikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa calon  perawat, sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai penyakit otitis media kronis menjadi bekalkan dalam pengaplikasian dan praktik bila menghadapi kasus yang kami bahas ini.

DAFTAR PUSTAKA


Greenberg, Michael I. 2008. Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan Jilid 1. ECG. Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Volume 3, ECG. Jakarta











3 komentar:

  1. mudah-mudahan makalahnya bermanfaat buat semua ya..... :),
    jangan lupa kritik dan saran'y teman... untuk perbaikan makalah saya :D

    BalasHapus
  2. terimakasih askepnya sangat bermanfaat :) follow balik yaa http://fendevils.blogspot.com

    BalasHapus
  3. Seperti gangguan penyakit sejak lama yg sy alami sampai saat ini, tp sayang kendala biaya tidak bs berobat sampai sekarang. Efek psikologi yg terbesar , minder, tdk percaya diri, sulit bergaul, dan tidak akan di hargai bila diketahui orang2 sekeliling

    BalasHapus