Minggu, 03 Juni 2012

Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Sistem Pencernaan Akibat Penyakit Diare dan Tifoid


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang

Luasnya daerah permukaan saluran cerna (traktus GL) dan fungsi digestifnya menunjukan betapa pentingnya makna pertukaran antara organisme manusia dengan lingkungan nya. Kelainan inflamasi dan malabsorpsi akan mengganggu  keutuhan fungsi traktus gastrointestinal, di samping itu karena system dan sawar (barier) mukosa usus setelah bayi lahir masih berada dalam proses menuju maturitas, maka usus bayi sangat rentan terhadap ancaman infeksi. Diare menular akut dapat menyebabakan signifikan pada keseimbangan cairan serta elektrolit pada bayi dan anak-anak. ( Dona L.Wong, 2008 )
Diare akut masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak-anak di berbagai Negara yang sedang berkembang, setiap tahun di perkirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta kasus kematian sebagai akibatnya. Diare masih merupakan penyebab penting kematian kepada anak-anak di Negara-negara berkembang. Kombinasi paparan lingkungan yang patogenik, diet yang tidak memadai, malnutrisi menunjang timbulnya kesakitan dan kematian karena diare. (Dr.T.H. Rampengan, DSAK, 1993)
Sedangkan demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di Asia, Afrika, Amerika latin, Karibia, dan Ocenia, termasuk Indonesia. Penyakit ini tergolong penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Insiden demam tifoid diseluruh dunia menurut data pada tahun 2002 sekitar 16 juta pertahun, 600.000 diantaranya menyebabkan kematian. Di Indonesia prevalensi 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun. Demam tifoid masih merupakan penyakit infeksi tropik sistematik, bersifat endemis, dan masih merupakan problema kesehatan. Masyarkaat pada negara-negara sedang berkembang di dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia penderita demam tifoid cukup banyak diperkirakan 800/100.000 penduduk pertahun dan tersebar di mana-mana. Demam typoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering pada anak besar, umur 5-9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 2-3:1. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistematik yang disebabkan kuman batang gram negatif salmonella typhi maupun salmonella para typhi A, B, C. Penyakit ini ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman tersebut, dikenal sebagai penularan tinja-mulut (Fecaloral). Oleh karena itu penting kebiasaan untuk cara hidup bersih. (Ngastiyah, 2005)
Di Indonesia, demam tifoid masih merupakan penyakit endemis utama. Bila timbul penyakit ini dapat menimbulkan kematian. Diagnosis awal amat penting untuk dapat ditegakkan agar penyakit dapat diterapi dengan adekuat untuk mencegah timbulnya penyakit yang mungkin terjadi. Masalah yang terjadi pada pasien demam tifoid diantaranya yaitu hipertermi dan dapat terjadi penurunan kesadaran, nyeri pada ulu hati yang disebabkan karena proses inflamasi pada usus, kekurangan volume  cairan, gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan dan dapat terjadi resiko infeksi.
Fenomena inilah yang menarik kami untuk mengadakan penyusunan makalah dengan judul "Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pencernaan Pada Anak Akibat Penyakit Diare dan Demam Tifoid" dengan harapan karya ini dapat dipakai untuk mengetahui tentang diare demam tifoid lebih lanjut.


1.2  Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari makalah ini kami bedakan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Untuk tujuan umum dari penyusunan makalah ini yaitu untuk memberikan pemahaman mengenai gangguan system pencernaan pada anak dengan bahasan diare dan typoid, dan untuk mengetahui bagaimana penerapan asuhan keperawatan terhadap anak dengan gangguan sistem pencernaan diare dan demam Tifoid . Sedangkan tujuan khususnya yaitu:
1. Mengetahui mengenai pengertian, faktor-faktor penyebab, epidemiologi, etiologi, pathogenesis, patofisiologi, gambaran klinis dan komplikasi yang terjadi pada penyakit diare dan typoid.
2. Mengetahui pengkajian pada pasien dengan gangguan sitem pencernaan diare dan demam tifoid, mengetahui cara menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan sitem pencernaan diare dan demam tifoid, dapat mengetahui cara membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan sitem pencernaan diare dan demam tifoid, dan dapat mengetahui cara keperawatan dan mengevaluasi pasien dengan gangguan sistem pencernaan diare dan demam tifoid.

                    

1.3  Manfaat Penulisan
            
Adapun manfaat penulisan dari makalah yang kami susun adalah sebagai berikut:
1.      Manfaat pengetahuan
Menambah keragaman ilmu pengetahuan bagi dunia keperawatan umumnya, khususnya adalah keperawatan anak.
2.      Manfaat pendidikan
Memberikan referensi tentang tingkat perkembangan anak dalam dunia pendidikan keperawatan anak.
3.      Manfaat praktis
a.       Bagi profesi
Sebagai salah satu sumber literature dalam pengembangan bidang profesi keperawatan khususnya tentang penyakit diare dan emam tifoid pada anak.
b.      Bagi orang tua
Memberikan masukan kepada orang tua khususnya ibu dalam mengasuh anak saat terserang penyakit diare dan demam typhoid.
c.       Bagi peneliti
Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang proses keperawatan dan perkembangan anak.



1.4  Metodologi Penulisan

Adapun metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan mencari sumber dari berbagai literature baik itu buku maupun dari berbagai media elektronik.


1.5  Sistematika Penulisan

Adapun sistematika dari penulisan makalah ini terdiri dari:
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I                         PENDAHULUAN
1.      Latar belakang
2.      Tujuan penulisan
3.      Manfaat penulisan
4.      Metodologi penulisan
5.      Sistematika penulisan
BAB II                        PEMBAHASAN
BAB III                       KESIMPULAN
                    SARAN
DAFTAR PUSTAKA



BAB  II
PEMBAHASAN


2.1 Tinjauan Teoritis

Saluran cerna berperan dalam serangkaian proses : yakni proses ingesti makanan, proses digesti makanan yang dibantu oleh getah pencernaan yang dihasilkan oleh kelenjar ludah, hati dan pancreas. Hasil digesti berupa zat gizi akan diserap ( absorpsi ) ke dalam tubuh. Proses ini berlangsung mulai dari mulut sampai ke rectum. Massa yang berupa bolus hasil campuran makanan dan getah pencernaan di dorong / digerakan ke arah anus, sisa dari masa yang tidak diserap akan dikeluarkan dari anus (defekasi) berupa tinja. (Dr.IKG, Suandi, SpA. 1998)
Gangguan pada saluran pencernaan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh kelainan bawaan atau di dapat. Gangguan akibat kelainan yang di dapat disebabkan trauma atau adanya infeksi baik pada saluran pencernaan atau di luar saluran cerna. Kelainan bawaan dapat terjadi pada mulut, esophagus, pylorus, dan gangguan pasase di daerah duodenum, atresia rekti , dan anus imperforate, penyakit hirschsprung, obstruksi biliaris, dan omfalokel. Sedangkan gangguan akibat infeksi dapat disebabkan oleh jamur (Candida albicans); basil coli (Escherichia coli); virus ; basil : Salmonella, Shigella, Vibrio cholerae dan parasit. (Ngastiyah. 2005)
Berbagai gangguan saluran cerna yang sering terjadi pada anak diantaranya adalah diare dan typhoid, penyakit tersebut dapat mempengaruhi fungsi saluran cerna dan reaksi pertahanan tubuh yang bersifat akut akan mengakibatkan berbagai gejala dan komplikas sehingga akan menstimulasi terjadinya perubahan-perubahan pada saluran pencernaan itu sendiri.
Diare dapat disebabkan oleh berbagai infeksi, selain penyebab lain seperti malabsorbsi. Penyakit diare terutama pada bayi perlu mendapatkan tindakan secepatnya karena dapat membawa bencana bila ditanggulangi terlambat. Makanan dan minuman yang terkontaminasi seperti makanan basi dan beracun, merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya penyakit diare, sehingga penyakit ini dianggap sangat rentan terhadap anak-anak yang sedang melalui masa pertumbuhan dan perkembangan. Komplikasi kehilangan yang akan ditimbulkan akibat diare diantaranya adalah : dehidrasi ( ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic, atau hipertonik ), renjatan hipovolemik, hipokalemia ( dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram ), hipoglikemia, intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim lactase, kejang, malnutrisi energy protein ( akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik ). (Dr.IKG, Suandi, SpA. 1998)
Sama halnya dengan typhoid, Demam Tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang di tandai dengan bakteremia, perubahan pada system retikuloendotelial yang bersipat difus, pembentukan mikroabses dan ulseri Nodus Payer di distar ileum. Kriteria demam tifoid yaitu penyakit infeksi akut yang di sebabkan salmonella typhi, di tandai adanya demam 7 hari atau lebih, gejala saluran pencernaan dan gangguan pada system saraf pusat (sakit kepala, kejang dan gangguan kesadaran). (Ngastiyah. 2005)

2.2.  Diare

2.2.1. Pengertian Diare

Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, dengan konsistensi encer, dapat berwarna hijau, atau dapat pula bercampur lender dan darah atau lender saja. (Hidayat.A, Aziz Alimul .2008)
Diare merupakan gejala yang terjadi karena kelainan yang melibatkan fungsi pencernaan, penyerapan, dan sekresi. Diare di sebabkan oleh transfortasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian yang hidup di Negara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan gangguan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis),atau kolon dan usus (entrokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis. ( Dona L.Wong, 2008 )
Diare akut merupakan penyebab utama keadaan sakit pada anak-anak balita. Diare akut di definisikan sebagai keadaan peningkatan dan perubahan tiba-tiba frekuensi defekasi yang sering di sebab kab oleh agens infeksius dalam traktus GI. Keadaan ini dapat menyertai infeksi saluran nafas atas (ISPA), atau sluran kemih (ISK), terapi antibiotic,atau pemberian obat pencahar (laksativ). Diare kronis di definisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi dan kandungan air dalam feses dengan lamanya sakit lebih dari 14 hari. Kerap kali diare kronis terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorbsi, penyakit inflamasi usus,defisiensi kekebalan, keracunan makanan,intoleransi laktosa atau diare nonspesifik yang kronis, atau akibat dari penatalaksanaan diare akut yang tidak memadai. ( Dona L.Wong, 2008 )


2.2.2. Faktor-faktor  Penyebab Diare

Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor diantaranya :
1.      Faktor  infeksi
a. Infeksi enteral : Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enternal sebagai berikut :
*      Infeksi enternal : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
*      Infeksi Virus : Enterovirus (Virus ECHO, coxsackie, Poliomyelitis), Adeno virus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain .
*      Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trihuris, okyuris, strongyloide) ; Protozoa (Entamoeba histolytika, Giardian Lambli, Trichomonas hominis).  Jamur (Candida Albicans).

b.                  Infeksi parenteral : ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti : otitis media akut (OMA), tonsilitas / tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.

c.       Faktor Malabsorbsi
*      Malabsorbsi karbohidrat disakarida ( intoleransi laktosa, maltose, dan sukrosa ), monosakarida ( intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa ). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa.
*      Malabsorbsi lemak.
*      Malabsorbsi protein.

d.      Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan

e.       Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas ( jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar ). (Dr.T.H. Rampengan, DSAK. 1993)


2.2.3.     Epidemiologi

Diare ISPA dan penyakit-penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi merupakan tiga penyebab utama kematian pada golongan umur balita. Berbagai factor memepengaruhi kejadian diare diantaranya adalah factor lingkungan, gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan social ekonomi dan perilaku masyarakat. (Soegeng Soegijanto, 2002)
Faktor lingkungan yang di maksud adalah kebersihan lingkungan dan perorangan seperti kebersihan putting susu, kebersihan botol susu dan dot susu, maupun kebersihan air untuk mengolah susu dan,makanan. Factor gizi misalnya adalah  tidak di berikannya makanan tambahan maskipun anak telah berusia 4-6 bulan, factor pendidikan yang utama adalah pengetahuan Ibu tentang masalah kesehatan. Factor kependudukan menunjukan bahwa insidens diare lebih tinggi pada penduduk perkotaan yang padat dan miskin atau kumuh. Sedangkan factor perilaku  orang tua dan masyarakat misalnya adalah kebiasaan ibu yang tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar atau membuang tinja anak. Kesemua factor yang tersebut di atas terkait dengan factor ekonomi masing-masing keluarga. (Soegeng Soegijanto, 2002)

2.2.4. Etiologi

Kebanyakan mikroorganisme pathogen penyebab diare disebarluaskan lewat jalur fekal oral melalui makanan atau air yang terkontaminasi atau di tularkan antar manusia dengan kontak yang erat. Kurang nya air bersih, tinggalnya berdesakan, hygiene yang buruk, kurang gizi dan sanitasi yang jelek merupakan factor resiko utama, khususnya untuk terjangkit infeksi bakteri atau parasit yang patogen. Peningkatan insidensi dan beratnya penyakit diare pada bayi juga berhubungan dengan perubahan yang spesifik menurut usia pada kerentanan terhadap mikroorganisme patogen. Sistem kekebalan bayi belum pernah terpajan dengan banyak mikroorganisme patogen sehingga tidak mempunyai antibody pelindung yang di dapat. ( Dona L.Wong, 2008 )
Rotavirus merupakan agen yang paling penting yang menyebabkan penyakit diare disertai dehidrasi pada anak-anak kecil di seluruh dunia. Infeksi rotavirus menyebabakan sebagian perawatan di rumah sakit karena diare berat bagi anak-anak kecil dan merupakan infeksi nosokomial yang signifikan oleh mikroorganisme patogen. Miroorgisme Giardia Lamblia dan Cryptosporidium merupakan parasit yang paling banyak menimbulkan diare infeksius akut. Pemakaian antibiotic juga berkaitan dengan diare. Antibiotik dapat mengubah flora usus yang normal, dan penurunan jumlah bakteri kolon akan mengakibatkan absorpsi karbohidrat yang berlebihan serta diare osmotic. ( Dona L.Wong, 2008 )



2.2.5. Patogenesis

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :
1.      Gangguan osmotic
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi sehinggaterjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga diare.
2.      Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu ( misalnya toksin ) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3.      Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu ( misalnya toksin ) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
4.      Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan selanjutnya timbul diare pula. (Ngastiyah. 2005)


2.2.6. Patofisiologi

Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :

1.      Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolic, hipokalemia)
2.      Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurangt, pengeluaran bertambah).
3.      Hipoglikemia
4.      Gangguan sirkulasi darah. (Ngastiyah. 2005)



2.2.7. Gambaran Klinis

Mul-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau – hijauan karena bercampur dengan cairan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung ( pada bayi , selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. (Ngastiyah. 2005)



2.2.8. Komplikasi kehilangan akibat diare

1.      Dehidrasi ( ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic, atau hipertonik ).
2.      Renjatan hipovolemik.
3.      Hipokalemia ( dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram ).
4.      Hipoglikemia.
5.      Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim lactase.
6.      Kejang,
7.      Malnutrisi energy protein ( akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik ). (Ngastiyah. 2005)


2.3. Tifoid

2.3.1. Pengertian

Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran. Penyebab penyakit ini adalah Shalmonella typhosa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. (Ngastiyah. 2005)


2.3.2. Faktor – faktor penyebab tifoid

Manusia merupakan satu-satu nya sumber penularan alami salmonella tyfhi, melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan seorang penderita demam typoid atau karier kronis. Transmisi kuman terutama dengan cara menelan makan atau air yang tercemar tinja manusia. Epidemi demam typoid yang berasal dari sumber air yang tercemar merupakan masalah yang paling utama. Transmisi secara kongenital dapat terjadi secara transplasental dari seorang ibu yang mengalami bakteriemia kepada bayi dalam kandungan, atau tertular pada saat di lahirkan oleh seorang ibu yang merupakan karier typoid dengan rute fekal oral. Seorang yang telah terinfeksi salmonella typhi dapat karier kronis dan mengekresikan mikro organis selama beberapa tahun. (Dr.T.H. Rampengan, DSAK. 1993)


2.3.3. Epidemiologi

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis dan subtropics terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid di Negara sedang berkembang adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum, dan standar hygiene industry pengolahan makanan yang masih rendah titik menurut pang, selain karena meningktnya urbanisasi, demam tifoid masih terus menjadi masalah karena beberapa factor lain yaitu, penyediaan air bersih yang kurang memadai, adanya strain yang resisten terhadap antibiotic, masalah pada identifikasi dan penatalaksanaan karier, keterlambatan mambuat diagnosis yang pasti, pathogenesis dan factor virulensi. Demam tifoid disebakan oleh Salmonella Thypi yang dapat bertahan hidup lama di lingkungan kering dan beku, peka erhadap proses klorinasi dan pateurisasi pada suhu 630 C. (Soegeng Soegijanto,2002)


2.3.4. Etiologi

Etiologi demam tifoid adalah salmonella typhi yang berhasil di isolasi pertama kali dari seorang pasien demam typhoid oleh Geffkey di Jerman pada tahun 1884.mikroorganisme ini merupakan bakteri gram negative yang motil, bersifat aerob dan tidak membentuk spora.salmonella typhi dapat tumbuh dalam semua media, pada media yang selektif bakteri ini memfermentasi glukosa dan manosa,tetapi tidak dapat mempermentasikan laktosa.
            Bakteri ini mempunyai beberapa komponen antigen yaitu :
1.        Antigen dinding sel (O) yang merupakan lipop[olisakarida dan berifat sfesifik group.
2.        Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalam flagella dan bersifat       spesifik spesies.
3.      Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi seluruh permukaan sel.
4.      Outer Membrane protein (OMP), Antigen OMP S. typhi merupakan bagian dari dinding terluar yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya.OMP berfungsi sebagai barier fisik yang mengendalikan zat dan cairan kedalam membrane sitoplasma.
Salmonella thypi hanya dapat hidup pada tubuh manusia. sumber penularan berasal dari tinja dan urine karier, dari penderita pada fase akut dan penderita dalam fase penyembuhan. (Soegeng Soegijanto, 2002)


2.3.5. Patogenesis

Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus, melalui pembuluh limfe halus masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ organ terutama hati dan limpa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam dalam hati dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil masuk kembali ke dalam darah (bakteremia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa di atas plak penyeri. Tukak tersebut dapat menyebabkan pendarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.  (Ngastiyah. 2005)


2.3.6.  Patofisiologi

Umumnya prognosis tifus abdominalis tidak begitu berbahaya, asal pasien cepat berobat. Mortalitas pada pasien yang dirawat ialah 6%. Prognosis menjadi berbahaya jika terdapat gambaran klinis yang berat seperti :
a.       Demam tinggi ( hiperpireksia ) atau febris kontinua.
b.      Kesadaran sangat menurun ( sopor, koma atau delirium )
c.       Terdapat komplikasi yang berat, misalnya dehidrasi dan asidosis perforasi. (Ngastiyah. 2005)


2.3.7. Gambaran Klinis

Gambaran klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan dari pada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perassaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing tidak bersemangat dan nafsu makan kurang.
Gambaran klinis yang biasa ditemukan ialah :
1.      Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam, pada minggu ketiga suhu berangsung turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2.      Gangguan pada saluran pencernaan.
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak seda, bibir kering dan pecah-pecah ( ragaden ). Lidah tertutup selaput putih kotor ( coated tongue ), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung ( meteorismus ). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal.
3.      Gangguan Kesadaran
Umunya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai somnolen., jarang terjadi sopor, koma atau gelisah  (  kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan ). (Ngastiyah. 2005)


2.3.8. Komplikasi

Pada usus halus, umumnya jarang terjadi tetapi bila terjadi sering fatal.
a.       Pendarahan usus
Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika pendarahan banyak dapat terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda – tanda renjatan.

b.      Perforasi usus
Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.

c.       Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi terdapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang ( defence musculair ).

Komplikasi di luar usus, terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis ( bakteremia ), yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati, dll. Terjadi karena infeksi sekunde, yaitu bronkopneumonia. (Ngastiyah. 2005)




BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN


3.1              Asuhan Keperawatan Anak dengan Masalah Diare


A.    Pengkajian

*            Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi pasien dengan cara wawancara atau interview. Mengetahui kondisi pasien untuk saat ini dan masa yang lalu.
Anamnesa mencakup identitas pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan dan tempat tinggal.

1.      Identitas
Meliputi identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.

2.      Keluhan utama
Merupakan hal yang paling klien rasakan
Contoh : BAB lebih dari 3 x



3.      Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST )
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time. 
BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).

4.      Riwayat Penyakit Dahulu
Mengkaji apakah pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.

5.      Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami diare.

6.      Riwayat Imunisasi
Mengkaji imunisasi yang pernah di berikan kepada klien, seperti imunisasi Polio, BCG, DPT, dll.

7.      Riwayat Psikososial
Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya.

8.      Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan tempat tinggal, area lingkungan rumah, dll.

*            Pemeriksaan Fisik

1.      Antopometri
Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,

2.      Keadaan umum
Klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
3.      Kepala
Ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih.

4.      Mata
Cekung, kering, sangat cekung

5.      Sistem pencernaan
Mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum.

6.      Sistem Pernafasan
Dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)

7.      Sistem kardiovaskuler
Nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang .




8.      Sistem integumen
Warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 derajat celsius, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.

9.      Sistem perkemihan
Urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.

10.  Dampak hospitalisasi
Semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.


*            Pemeriksaan Penunjang

1.      Laboratorium :
Ø  Feses kultur           : Bakteri, virus, parasit, candida
Ø  Serum elektrolit     : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
Ø  AGD                    : asidosis metabolic
Ø  Faal ginjal              : UC meningkat (GGA)

2.      Radiologi :
Mungkin ditemukan bronchopneumoni






B.     Analisa Data


DATA
ETIOLOGI
MASALAH
DS  : -
DO :
·         Ubun-ubun cekung
·         Berat badan turun
·         Bising usus meningkat
·         Turgor kurang
·         Frekuensi buang air besar meningkat
·         Muntah
(Gangguan Osmotik)
Makanan / zat yang tidak dapat diserap oleh usus.

Tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat

Terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus.
 


Isi rongga usus berlebihan
 


Merangsang rongga usus yang berlebihan
 


Diare

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
DS  :
·         Klien mengatakan mulut terasa pahit dan badan lemas
DO :
·         Anoreksia
·         Muntah
·         Berat badan turun
Gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

Lambung / saluran pencernaan meradang

Nafsu makan berkurang / tidak ada

Intake nutrisi kurang


Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
DS  :
·         Klien menyatakan nteri pada bagian daerah anus
DO :
·         Frekuensi buang air besar meningkat
·         Lecet di sekitar anus
Gangguan absorpsi usus

Frekuensi buang air besar meningkat

Anus dan sekitarnya basah dan lembab

Anus dan sekitarnya lecet
Potensial kerusakan integritas jaringan kulit sekitar anus.
DS  :
·         Klien menyatakan badannya terasa panas
DO :
·         Suhu lebih dari 380C
·         Cengeng
Invasi kuman di usus

Multiplikasi dalam usus
 


 Peradangan                   Pengeluaran
     usus                               toksin

 Tanda dan                     Merangsang
   radang                         hypotalamus

 Peningkatan                  Peningkatan
 Suhu tubuh                     Suhu tubuh

Gangguan rasa nyaman : panas (hypertermi)





C.    Diagnosa Perawatan

1.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan output cairan yang berlebihan melalui diare sekunder terhadap gangguan osmotic.
2.      Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan tidak adequatnya intake nutrisi sekunder terhadap muntah dan diare.
3.      Potensial kerusakan integritas jaringan kulit sekitar anus berhubungan dengan iritasi sekunder terhadap frekuensi buang air besar yang meningkat
4.      Gangguan rasa nyaman panas (hypertermi) berhubungan dengan proses tidak adequatnya intake nutrisi sekunder terhadap muntah dan diare.


D.    Perencanaan Keperawatan

No.
Diagnosa Perawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan output cairan yang berlebihan melalui diare sekunder terhadap gangguan osmotic. Ditandai dengan :
DS  : -
DO :
·         Ubun-ubun cekung
·         Berat badan turun
·         Bising usus meningkat
·         Turgor kurang
·         Frekuensi buang air besar meningkat
·         Muntah

Tupen :
Kebutuhan cairan terpenuhi dalam jangka waktu 1x 24 jam.

Tupan :
Keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi dalam jangka waktu 3x24 jam.
Dengan criteria hasil :
- Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
-   Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
-   Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari

-    Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit




-  Pantau intake dan output











-   Timbang berat badan setiap hari




-       Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr


-       Kolaborasi :
1.      Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)




2.      Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur


3.      Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)



Penurunan sirkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekatan urin.
Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak adekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt

Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral


Koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
Anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.

2.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan tidak adequatnya intake nutrisi sekunder terhadap muntah dan diare. Ditandai dengan :
DS  :
·         Klien mengatakan mulut terasa pahit dan badan lemas
DO :
·         Anoreksia
·         Muntah
·         Berat badan turun


Tupen :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi dalam jangka waktu 2 hari

Tupan :
Setelah dilakukan  tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Dengan criteria hasil :
– Nafsu makan meningkat

-  Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin)



-  Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau  yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat


-  Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan


-  Monitor  intake dan out put dalam 24 jam





-  Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a.       terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b.      obat-obatan atau vitamin
( A)

Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.

Situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.




Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan


Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.





Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
3.
Potensial kerusakan integritas jaringan kulit sekitar anus berhubungan dengan iritasi sekunder terhadap frekuensi buang air besar yang meningkat. Ditandai dengan :
DS  :
·         Klien menyatakan nteri pada bagian daerah anus

DO :
·         Frekuensi buang air besar meningkat
·         Lecet di sekitar anus



Kerusakan kulit tidak terjadi, dengan criteria hasil :
– Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga

-   Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur


-     Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)







-   Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman


Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman feces



Melancarkan vaskularisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan iritasi .
4
Gangguan rasa nyaman panas (hypertermi) berhubungan dengan proses tidak adequatnya intake nutrisi sekunder terhadap muntah dan diare. Ditandai dengan :
DS  :
·         Klien menyatakan badannya terasa panas
DO :
·         Suhu lebih dari 380C
·         Cengeng
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh, dengan criteria hasil :
- Suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)


-       Monitor suhu tubuh setiap 2 jam





-       Berikan kompres hangat





-       Kolaborasi pemberian antipirektik

Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
Merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
Merangsang pusat pengatur panas di otak.









3.2              Asuhan Keperawatan Anak dengan Masalah Tifoid


A.    Pengkajian

*            Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi pasien dengan cara wawancara atau interview. Mengetahui kondisi pasien untuk saat ini dan masa yang lalu.
Anamnesa mencakup identitas pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan dan tempat tinggal.

1.      Identitas
Meliputi identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.

2.      Keluhan utama
Pada pasien tifoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam.

3.      Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST )
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time. 
Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.

4.      Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit thypoid, apakah tidak pernah, apakah menderita penyakit lainnya.

5.      Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau sakit yang lainnya.

6.      Riwayat Imunisasi
Mengkaji imunisasi yang pernah di berikan kepada klien, seperti imunisasi Polio, BCG, DPT, dll.

7.      Riwayat Psikososial
Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya.

8.      Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan tempat tinggal, area lingkungan rumah, dll.








*            Pemeriksaan Fisik

1.      Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak enak, anorexia.

2.      Kepala
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

3.      Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.

4.      Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.

5.      Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.

6.      Sistem integument
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.

7.      Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
8.      Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.

9.      Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.

10.  Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.



*      Pemeriksaan Penunjang

1.      Pemeriksaan yang mendukung diagnosis :
Ø  Darah tepi; terdapat gambaran leukopenia ringan atau normal, limfositosis relatif (jarang), dan eosinofilia, mungkin terdapat anemia ringan.
2.      Pemeriksaan konfirmasi diagnosis :
Ø  Biakan empedu dari bahan darah atau sumsum tulang
Ø  Serologis widal bila perlu diulang pada saat penyembuhan.
3.      Pemeriksaan penunjang komplikasi :
Ø  Perdarahan usus ringan/tersembunyi : uji benzidin tinja.
Ø  Perforasi usus/peritonitis : foto polos perut tiga posisi.
Ø  Kolesistitis : USG hati dan kandung empe
Ø  Meningitis/ensefalitis : punksi lumbal
Ø  Bronkhopneumonia : thoraks foto.
Ø  Hepatitis : uji faal hati dan SGOT/SGP

B.     Analisa Data


DATA
ETIOLOGI
MASALAH
DS  :
·         Klien mengeluh badannya panas
DO :
·         Suhu tubuh > 380 C
·         Leukosit < 5000 / mm3
·         Frekuensi nadi > 100x / menit
·         Muka merah
·         Bibir pecah-pecah
·         Banyak keringat
Makanan yang terkontaminasi Salmonela Typosa atau Salmonela Paratyphi A,B,C       
Masuk usus halus lalu terjadi proses infeksi

Masuk ke dalam aliran darah

Bakteri melepas Endotoksin
 


Merangsang sintesa dalam pelepasan zat pytrogen oleh leukosit pada jaringan yang merangsang
 


Infeksi disampaikan Hypotalamus bagian termoregulator melalui ductus toracicus.

Gangguan keseimbangan suhu
DS  :
·         Klien mengatakan mulut terasa pahit dan badan lemas
DO :
·         Porsi makan tidak habis dari yang disediakan
·         Klien tampak lemah
·         Klien muntah
·         Berat badan menurun
Proses infeksi di usus halus

Fungsi usus halus dalam mengabsorbsi makanan terganggu

Sari-sari makanan yang diabsorbsi menurun

Nutrisi kurang terpenuhi
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
DS  :
·         Klien mengatakan lemah untuk melakukan aktivitas
DO :
·         Porsi makan tidak habis
·         Klien tampak lemah
Klien bedrest, aktivitas di bantu
Intake nutrisi lemah    

Metabolisme glukosa terganggu

Pembentukan ATP dan ADP terganggu
 


Energi berkurang dan terjadi kelemahan otot
 


Aktivitas terganggu
Gangguan aktivitas sehari-hari








DS  : -
DO :
·         Suhu tubuh . 380 C
·         Pengeluaran sekresi keringat banyak
·         Minum air kurang
·         Bibir kering dan pecah-pecah
Peningkatan suhu tubuh
 


Dilatasi pembuluh darah
 


Evaporasi berlebih


Dehidrasi
Potensial terjadi dehidrasi

C.    Diagnosa Perawatan

1.      Gangguan keseimbangan suhu tubuh ( hyperthermia ) berhubungan dengan adanya infeksi dalam tubuh
2.      Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan absorbsi makanan terganggu
3.      Gangguan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan kondisi pasien lemah.
4.      Potensial terjadi dehidrasi berhubungan dengan pemasukan cairan yang kurang

D.    Perencanaan Keperawatan

No.
Diagnosa Perawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1.
Gangguan keseimbangan suhu tubuh (hyperthermia) berhubungan dengan adanya infeksi dalam tubuh. Ditandai dengan :
DS  :
·         Klien mengeluh badannya panas
DO :
·         Suhu tubuh > 380 C
·         Leukosit < 5000 / mm3
·         Frekuensi nadi > 100x / menit
·         Muka merah
·         Bibir pecah-pecah
·         Banyak keringat

Suhu tubuh normal dalam waktu 3x24 jam dengan criteria :
-      Suhu : 36 – 37 0 C

-      Klien tidak mengeluh adanya panas badan
-    Observasi TTV tiap 4 jam sekali





-   Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh




-   Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat





-   Batasi pengunjung





-   Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum 2,5 liter / ± 24 jam







-   Memberikan kompres dingin



-   Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik dan antipiretik.
Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
Klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang timbul
Menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi penguapan
Agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa panas
Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
Untuk membantu menurunkan suhu tubuh
Antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk menurangi panas.

2.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan absorbsi makanan terganggu. Ditandai dengan :
DS  :
·         Klien mengatakan mulut terasa pahit dan badan lemas
DO :
·         Porsi makan tidak habis dari yang disediakan
·         Klien tampak lemah
·         Klien muntah
·         Berat badan menurun


Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat, dengan criteria :
-  Nafsu makan meningkat
-  Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan
-  Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi




-  Timbang berat badan klien setiap 2 hari




-  Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.

-  Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.



-  Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral

Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat.

Untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan


Untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.









Untuk menghindari mual dan muntah




Antasida mengurangi rasa mual dan muntah.
Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang
3.
Gangguan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan kondisi pasien lemah. Ditandai dengan :
DS  :
·         Klien mengatakan lemah untuk melakukan aktivitas
DO :
·         Porsi makan tidak habis
·         Klien tampak lemah
·         Klien bedrest, aktivitas di bantu

Aktivitas sehari-hari terpenuhi dalam waktu 3x 24 jam, dengan criteria :
-  Klien mampu melakukan aktivitas tanpa dibantu
-   Beri motivasi pada pasien dan kelurga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan (missal. Miring kanan, miring kiri)



-   Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum)


-   Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.


-   Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang
Agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest



Untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi

Mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas.

Menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus

4
Potensial terjadi dehidrasi berhubungan dengan pemasukan cairan yang kurang, ditandai dengan :
DS  : -
DO :
·         Suhu tubuh . 380 C
·         Pengeluaran sekresi keringat banyak
·         Minum air kurang
·         Bibir kering dan pecah-pecah







Kekurangan cairan tidak terjadi dalam kurun waktu 3x24 jam , dengan criteria :
-  Turgor kembali normal
-  Kelopak mata tidak cekung
-  Klien tampak segar







-       Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga

-       Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan




-       Anjurkan pasien untuk banyak minum  2,5 liter / ± 24 jam.

-       Observasi kelancaran tetesan infuse.




-       Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).
Mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.


Untuk mengetahui keseimbangan cairan


Untuk pemenuhan kebutuhan cairan

Untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah adanya edema.
Untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral).











BAB IV
PENUTUP

1.1.            Kesimpulan
Makna pertukaran antara organisme manusia dengan lingkungan nya. Kelainan inflamasi dan malabsorpsi akan mengganggu  keutuhan fungsi traktus gastrointestinal, di samping itu karena system dan sawar (barier) mukosa usus setelah bayi lahir masih berada dalam proses menuju maturitas, maka usus bayi sangat rentan terhadap ancaman infeksi.
Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, dengan konsistensi encer, dapat berwarna hijau, atau dapat pula bercampur lender dan darah atau lender saja.
Sedangkan demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran.
Kedua penyakit ini dapat menyebar dengan mudah melalui kontak langsung maupun tidak langsung. Tranmisi kuman dapat melalui cara menelan makanan atau minuman yang sudah tercemar sehingga transmisi atau penyebaran kuman ini sangat rentan terjadi pada anak-anak, maka tak heran ketika data departemen kesehatan RI, menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia saat ini adalah 230-330 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur balita. Anka kematian diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita. Sedangkan pada kasus deman tifoid prevalensi terdapat 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun.
Hal ini terjadi hampir 85 % dikarenakan kurang pedulinya masyarakat terhadap lingkungan yang bersih dan gaya hidup sehat, diantaranya paparan lingkungan yang patogenik, diet yang tidak memadai, dan malnutrisi yang menunjang penyebab timbulnya suatu penyakit.



1.2              Saran
Diharapkan makalah ini bisa memerikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa calon  perawat, sebagai bekal terutama ketika melakukan praktik atau bekerja pada ruang perawatan anak, sehinga kami menyarankan agar teman-teman perawat membaca dan memahami isi makalah ini sehinga menjadi bekalkan bila menghadapi kasus yang kami bahas ini.



DAFTAR PUSTAKA


Wong, Dona L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. ECG. Jakarta
Donna, Medical Surgical Nursing, WB Saunders, 1991

Brunner / Suddarth, Medical Surgical Nursing, JB Lippincot Company, Philadelphia, 1984

Donna L.Wong, dkk.2002.Buku Ajar Leperawatan Pediatrik.Ed.6.Jakarta;EGC











2 komentar: