BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luasnya daerah permukaan saluran cerna
(traktus GL) dan fungsi digestifnya menunjukan betapa pentingnya makna
pertukaran antara organisme manusia dengan lingkungan nya. Kelainan inflamasi
dan malabsorpsi akan mengganggu keutuhan
fungsi traktus gastrointestinal, di samping itu karena system dan sawar
(barier) mukosa usus setelah bayi lahir masih berada dalam proses menuju
maturitas, maka usus bayi sangat rentan terhadap ancaman infeksi. Diare menular
akut dapat menyebabakan signifikan pada keseimbangan cairan serta elektrolit
pada bayi dan anak-anak. ( Dona L.Wong, 2008 )
Diare akut masih merupakan salah satu
penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak-anak di berbagai Negara yang
sedang berkembang, setiap tahun di perkirakan lebih dari satu milyar kasus
diare di dunia dengan 3,3 juta kasus kematian sebagai akibatnya. Diare masih
merupakan penyebab penting kematian kepada anak-anak di Negara-negara
berkembang. Kombinasi paparan lingkungan yang patogenik, diet yang tidak
memadai, malnutrisi menunjang timbulnya kesakitan dan kematian karena diare. (Dr.T.H.
Rampengan, DSAK, 1993)
Sedangkan demam tifoid dan paratifoid
merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di Asia, Afrika, Amerika latin,
Karibia, dan Ocenia, termasuk Indonesia. Penyakit ini tergolong penyakit
menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Insiden demam tifoid diseluruh dunia menurut data pada tahun
2002 sekitar 16 juta pertahun, 600.000 diantaranya menyebabkan kematian. Di
Indonesia prevalensi 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun. Demam
tifoid masih merupakan penyakit infeksi tropik sistematik, bersifat endemis,
dan masih merupakan problema kesehatan. Masyarkaat pada negara-negara sedang
berkembang di dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia penderita demam tifoid
cukup banyak diperkirakan 800/100.000 penduduk pertahun dan tersebar di
mana-mana. Demam typoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling
sering pada anak besar, umur 5-9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari
perempuan dengan perbandingan 2-3:1. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi
sistematik yang disebabkan kuman batang gram negatif salmonella typhi maupun
salmonella para typhi A, B, C. Penyakit ini ditularkan melalui makanan atau
minuman yang terkontaminasi oleh kuman tersebut, dikenal sebagai penularan
tinja-mulut (Fecaloral). Oleh karena itu penting kebiasaan untuk cara hidup
bersih. (Ngastiyah, 2005)
Di Indonesia, demam tifoid masih merupakan
penyakit endemis utama. Bila timbul penyakit ini dapat menimbulkan kematian.
Diagnosis awal amat penting untuk dapat ditegakkan agar penyakit dapat diterapi
dengan adekuat untuk mencegah timbulnya penyakit yang mungkin terjadi. Masalah
yang terjadi pada pasien demam tifoid diantaranya yaitu hipertermi dan dapat
terjadi penurunan kesadaran, nyeri pada ulu hati yang disebabkan karena proses
inflamasi pada usus, kekurangan volume cairan,
gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan dan dapat terjadi resiko infeksi.
Fenomena inilah yang menarik kami untuk
mengadakan penyusunan makalah dengan judul "Asuhan Keperawatan Gangguan
Sistem Pencernaan Pada Anak Akibat Penyakit Diare dan Demam Tifoid" dengan
harapan karya ini dapat dipakai untuk mengetahui tentang diare demam tifoid
lebih lanjut.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini kami bedakan
menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Untuk tujuan umum dari penyusunan
makalah ini yaitu untuk memberikan pemahaman mengenai gangguan system
pencernaan pada anak dengan bahasan diare dan typoid, dan untuk mengetahui
bagaimana penerapan asuhan keperawatan terhadap anak dengan gangguan sistem
pencernaan diare dan demam Tifoid . Sedangkan tujuan khususnya yaitu:
1. Mengetahui mengenai pengertian, faktor-faktor penyebab, epidemiologi,
etiologi, pathogenesis, patofisiologi, gambaran klinis dan komplikasi yang
terjadi pada penyakit diare dan typoid.
2. Mengetahui pengkajian pada pasien dengan gangguan sitem
pencernaan diare dan demam tifoid, mengetahui cara menegakkan diagnosa
keperawatan pada pasien dengan gangguan sitem pencernaan diare dan demam
tifoid, dapat mengetahui cara membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien
dengan gangguan sitem pencernaan diare dan demam tifoid, dan dapat mengetahui
cara keperawatan dan mengevaluasi pasien dengan gangguan sistem pencernaan
diare dan demam tifoid.
1.3 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat
penulisan dari makalah yang kami susun adalah sebagai berikut:
1. Manfaat
pengetahuan
Menambah
keragaman ilmu pengetahuan bagi dunia keperawatan umumnya, khususnya adalah
keperawatan anak.
2. Manfaat
pendidikan
Memberikan
referensi tentang tingkat perkembangan anak dalam dunia pendidikan keperawatan
anak.
3. Manfaat
praktis
a.
Bagi profesi
Sebagai
salah satu sumber literature dalam pengembangan bidang profesi keperawatan
khususnya tentang penyakit diare dan emam tifoid pada anak.
b.
Bagi orang tua
Memberikan
masukan kepada orang tua khususnya ibu dalam mengasuh anak saat terserang
penyakit diare dan demam typhoid.
c.
Bagi peneliti
Menambah
khasanah ilmu pengetahuan tentang proses keperawatan dan perkembangan anak.
1.4 Metodologi Penulisan
Adapun
metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan
menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan mencari sumber dari berbagai
literature baik itu buku maupun dari berbagai media elektronik.
1.5 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika dari
penulisan makalah ini terdiri dari:
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.
Latar belakang
2.
Tujuan penulisan
3.
Manfaat penulisan
4.
Metodologi penulisan
5.
Sistematika penulisan
BAB II PEMBAHASAN
BAB III KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Tinjauan Teoritis
Saluran cerna berperan dalam
serangkaian proses : yakni proses ingesti makanan, proses digesti makanan yang
dibantu oleh getah pencernaan yang dihasilkan oleh kelenjar ludah, hati dan
pancreas. Hasil digesti berupa zat gizi akan diserap ( absorpsi ) ke dalam
tubuh. Proses ini berlangsung mulai dari mulut sampai ke rectum. Massa yang
berupa bolus hasil campuran makanan dan getah pencernaan di dorong / digerakan
ke arah anus, sisa dari masa yang tidak diserap akan dikeluarkan dari anus
(defekasi) berupa tinja. (Dr.IKG, Suandi, SpA. 1998)
Gangguan pada saluran pencernaan pada bayi
dan anak dapat disebabkan oleh kelainan bawaan atau di dapat. Gangguan akibat
kelainan yang di dapat disebabkan trauma atau adanya infeksi baik pada saluran
pencernaan atau di luar saluran cerna. Kelainan bawaan dapat terjadi pada
mulut, esophagus, pylorus, dan gangguan pasase di daerah duodenum, atresia
rekti , dan anus imperforate, penyakit hirschsprung, obstruksi biliaris, dan
omfalokel. Sedangkan gangguan akibat infeksi dapat disebabkan oleh jamur
(Candida albicans); basil coli (Escherichia coli); virus ; basil : Salmonella,
Shigella, Vibrio cholerae dan parasit. (Ngastiyah. 2005)
Berbagai gangguan saluran cerna yang sering
terjadi pada anak diantaranya adalah diare dan typhoid, penyakit
tersebut dapat mempengaruhi fungsi saluran cerna dan reaksi pertahanan tubuh
yang bersifat akut akan mengakibatkan berbagai gejala dan komplikas sehingga
akan menstimulasi terjadinya perubahan-perubahan pada saluran pencernaan itu
sendiri.
Diare dapat disebabkan oleh
berbagai infeksi, selain penyebab lain seperti malabsorbsi. Penyakit diare
terutama pada bayi perlu mendapatkan tindakan secepatnya karena dapat membawa
bencana bila ditanggulangi terlambat. Makanan dan minuman yang terkontaminasi
seperti makanan basi dan beracun, merupakan salah satu faktor penyebab
timbulnya penyakit diare, sehingga penyakit ini dianggap sangat rentan terhadap
anak-anak yang sedang melalui masa pertumbuhan dan perkembangan. Komplikasi
kehilangan yang akan ditimbulkan akibat diare diantaranya adalah : dehidrasi (
ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic, atau hipertonik ), renjatan
hipovolemik, hipokalemia ( dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardia, perubahan elektrokardiogram ), hipoglikemia, intoleransi sekunder
akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim lactase, kejang,
malnutrisi energy protein ( akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik ). (Dr.IKG,
Suandi, SpA. 1998)
Sama halnya dengan typhoid, Demam
Tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang di tandai dengan
bakteremia, perubahan pada system retikuloendotelial yang bersipat difus,
pembentukan mikroabses dan ulseri Nodus Payer di distar ileum. Kriteria demam
tifoid yaitu penyakit infeksi akut yang di sebabkan salmonella typhi, di tandai adanya demam 7 hari atau lebih, gejala
saluran pencernaan dan gangguan pada system saraf pusat (sakit kepala, kejang
dan gangguan kesadaran). (Ngastiyah. 2005)
2.2. Diare
2.2.1. Pengertian Diare
Diare
ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih
dari 3 kali pada anak, dengan konsistensi encer, dapat berwarna hijau, atau
dapat pula bercampur lender dan darah atau lender saja. (Hidayat.A, Aziz Alimul
.2008)
Diare
merupakan gejala yang terjadi karena kelainan yang melibatkan fungsi
pencernaan, penyerapan, dan sekresi. Diare di sebabkan oleh transfortasi air
dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di dunia terdapat kurang lebih 500
juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian
yang hidup di Negara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan
diare dapat melibatkan gangguan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus
(enteritis), kolon (colitis),atau kolon dan usus (entrokolitis). Diare biasanya
diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis. ( Dona L.Wong, 2008 )
Diare
akut merupakan penyebab utama keadaan sakit pada anak-anak balita. Diare akut
di definisikan sebagai keadaan peningkatan dan perubahan tiba-tiba frekuensi
defekasi yang sering di sebab kab oleh agens infeksius dalam traktus GI.
Keadaan ini dapat menyertai infeksi saluran nafas atas (ISPA), atau sluran
kemih (ISK), terapi antibiotic,atau pemberian obat pencahar (laksativ). Diare
kronis di definisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi dan kandungan air
dalam feses dengan lamanya sakit lebih dari 14 hari. Kerap kali diare kronis
terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorbsi, penyakit inflamasi
usus,defisiensi kekebalan, keracunan makanan,intoleransi laktosa atau diare
nonspesifik yang kronis, atau akibat dari penatalaksanaan diare akut yang tidak
memadai. ( Dona L.Wong, 2008 )
2.2.2.
Faktor-faktor Penyebab Diare
Penyebab
diare dapat dibagi dalam beberapa faktor diantaranya :
1.
Faktor
infeksi
a. Infeksi enteral :
Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada
anak. Meliputi infeksi enternal sebagai berikut :
Infeksi enternal : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Aeromonas, dan sebagainya.
Infeksi Virus : Enterovirus (Virus ECHO, coxsackie, Poliomyelitis), Adeno virus,
Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain .
Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trihuris, okyuris, strongyloide) ;
Protozoa (Entamoeba histolytika, Giardian
Lambli, Trichomonas hominis). Jamur
(Candida Albicans).
b.
Infeksi parenteral : ialah infeksi di
luar alat pencernaan makanan seperti : otitis media akut (OMA), tonsilitas /
tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini
terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
c. Faktor
Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat disakarida (
intoleransi laktosa, maltose, dan sukrosa ), monosakarida ( intoleransi
glukosa, fruktosa, dan galaktosa ). Pada bayi dan anak yang terpenting dan
tersering adalah intoleransi laktosa.
Malabsorbsi lemak.
Malabsorbsi protein.
d. Faktor
makanan
Makanan
basi, beracun, alergi terhadap makanan
e. Faktor
psikologis
Rasa
takut dan cemas ( jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar ).
(Dr.T.H. Rampengan, DSAK. 1993)
2.2.3. Epidemiologi
Diare ISPA dan
penyakit-penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi merupakan tiga penyebab
utama kematian pada golongan umur balita. Berbagai factor memepengaruhi
kejadian diare diantaranya adalah factor lingkungan, gizi, kependudukan, pendidikan,
keadaan social ekonomi dan perilaku masyarakat. (Soegeng Soegijanto, 2002)
Faktor lingkungan yang
di maksud adalah kebersihan lingkungan dan perorangan seperti kebersihan
putting susu, kebersihan botol susu dan dot susu, maupun kebersihan air untuk
mengolah susu dan,makanan. Factor gizi misalnya adalah tidak di berikannya makanan tambahan maskipun
anak telah berusia 4-6 bulan, factor pendidikan yang utama adalah pengetahuan
Ibu tentang masalah kesehatan. Factor kependudukan menunjukan bahwa insidens
diare lebih tinggi pada penduduk perkotaan yang padat dan miskin atau kumuh.
Sedangkan factor perilaku orang tua dan
masyarakat misalnya adalah kebiasaan ibu yang tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan
makanan, setelah buang air besar atau membuang tinja anak. Kesemua factor yang
tersebut di atas terkait dengan factor ekonomi masing-masing keluarga. (Soegeng
Soegijanto, 2002)
2.2.4.
Etiologi
Kebanyakan
mikroorganisme pathogen penyebab diare disebarluaskan lewat jalur fekal oral melalui
makanan atau air yang terkontaminasi atau di tularkan antar manusia dengan
kontak yang erat. Kurang nya air bersih, tinggalnya berdesakan, hygiene yang
buruk, kurang gizi dan sanitasi yang jelek merupakan factor resiko utama,
khususnya untuk terjangkit infeksi bakteri atau parasit yang patogen.
Peningkatan insidensi dan beratnya penyakit diare pada bayi juga berhubungan
dengan perubahan yang spesifik menurut usia pada kerentanan terhadap
mikroorganisme patogen. Sistem kekebalan bayi belum pernah terpajan dengan
banyak mikroorganisme patogen sehingga tidak mempunyai antibody pelindung yang
di dapat. ( Dona L.Wong, 2008 )
Rotavirus merupakan
agen yang paling penting yang menyebabkan penyakit diare disertai dehidrasi
pada anak-anak kecil di seluruh dunia. Infeksi rotavirus menyebabakan sebagian
perawatan di rumah sakit karena diare berat bagi anak-anak kecil dan merupakan
infeksi nosokomial yang signifikan oleh mikroorganisme patogen. Miroorgisme Giardia Lamblia dan Cryptosporidium merupakan parasit yang paling banyak menimbulkan
diare infeksius akut. Pemakaian antibiotic juga berkaitan dengan diare.
Antibiotik dapat mengubah flora usus yang normal, dan penurunan jumlah bakteri
kolon akan mengakibatkan absorpsi karbohidrat yang berlebihan serta diare osmotic.
( Dona L.Wong, 2008 )
2.2.5. Patogenesis
Mekanisme dasar yang
menyebabkan timbulnya diare ialah :
1.
Gangguan osmotic
Akibat
terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotic dalam rongga usus meninggi sehinggaterjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga diare.
2.
Gangguan sekresi
Akibat
rangsangan tertentu ( misalnya toksin ) pada dinding usus akan terjadi peningkatan
sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare
karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3.
Gangguan sekresi
Akibat
rangsangan tertentu ( misalnya toksin ) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya
timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
4.
Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik
akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga
timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan
bakteri tumbuh berlebihan selanjutnya timbul diare pula. (Ngastiyah. 2005)
2.2.6. Patofisiologi
Sebagai
akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :
1.
Kehilangan air dan elektrolit (terjadi
dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis
metabolic, hipokalemia)
2.
Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan
kurangt, pengeluaran bertambah).
3.
Hipoglikemia
4.
Gangguan sirkulasi darah. (Ngastiyah.
2005)
2.2.7. Gambaran Klinis
Mul-mula
pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang
atau tak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair, mungkin disertai lendir atau
lendir darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau – hijauan karena bercampur
dengan cairan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering
defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam
laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan
karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala
dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan turun, turgor berkurang, mata dan
ubun-ubun besar menjadi cekung ( pada bayi , selaput lendir bibir dan mulut
serta kulit tampak kering. (Ngastiyah. 2005)
2.2.8. Komplikasi kehilangan akibat
diare
1.
Dehidrasi ( ringan, sedang,
berat, hipotonik, isotonic, atau hipertonik ).
2.
Renjatan hipovolemik.
3.
Hipokalemia ( dengan gejala
meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram ).
4.
Hipoglikemia.
5.
Intoleransi sekunder akibat
kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim lactase.
6.
Kejang,
7.
Malnutrisi energy protein ( akibat
muntah dan diare, jika lama atau kronik ). (Ngastiyah. 2005)
2.3.
Tifoid
2.3.1. Pengertian
Demam
tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan
gangguan kesadaran. Penyebab penyakit ini adalah Shalmonella typhosa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu
getar, tidak berspora. (Ngastiyah. 2005)
2.3.2. Faktor – faktor penyebab
tifoid
Manusia
merupakan satu-satu nya sumber penularan alami salmonella tyfhi, melalui kontak langsung atau tidak langsung
dengan seorang penderita demam typoid atau karier kronis. Transmisi kuman
terutama dengan cara menelan makan atau air yang tercemar tinja manusia.
Epidemi demam typoid yang berasal dari sumber air yang tercemar merupakan
masalah yang paling utama. Transmisi secara kongenital dapat terjadi secara
transplasental dari seorang ibu yang mengalami bakteriemia kepada bayi dalam
kandungan, atau tertular pada saat di lahirkan oleh seorang ibu yang merupakan
karier typoid dengan rute fekal oral. Seorang yang telah terinfeksi salmonella typhi dapat karier kronis dan
mengekresikan mikro organis selama beberapa tahun. (Dr.T.H. Rampengan, DSAK.
1993)
2.3.3. Epidemiologi
Demam tifoid merupakan
penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis dan subtropics
terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar
hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya
penyebaran demam tifoid di Negara sedang berkembang adalah urbanisasi,
kepadatan penduduk, sumber air minum, dan standar hygiene industry pengolahan
makanan yang masih rendah titik menurut pang, selain karena meningktnya
urbanisasi, demam tifoid masih terus menjadi masalah karena beberapa factor
lain yaitu, penyediaan air bersih yang kurang memadai, adanya strain yang
resisten terhadap antibiotic, masalah pada identifikasi dan penatalaksanaan
karier, keterlambatan mambuat diagnosis yang pasti, pathogenesis dan factor
virulensi. Demam tifoid disebakan oleh Salmonella
Thypi yang dapat bertahan hidup lama di lingkungan kering dan beku, peka
erhadap proses klorinasi dan pateurisasi pada suhu 630 C. (Soegeng
Soegijanto,2002)
2.3.4.
Etiologi
Etiologi demam tifoid
adalah salmonella typhi yang berhasil
di isolasi pertama kali dari seorang pasien demam typhoid oleh Geffkey di
Jerman pada tahun 1884.mikroorganisme ini merupakan bakteri gram negative yang
motil, bersifat aerob dan tidak membentuk spora.salmonella typhi dapat tumbuh dalam semua media, pada media yang
selektif bakteri ini memfermentasi glukosa dan manosa,tetapi tidak dapat
mempermentasikan laktosa.
Bakteri
ini mempunyai beberapa komponen antigen yaitu :
1.
Antigen dinding sel (O) yang merupakan
lipop[olisakarida dan berifat sfesifik group.
2.
Antigen flagella (H) yang merupakan komponen
protein berada dalam flagella dan bersifat
spesifik spesies.
3.
Antigen virulen (Vi) merupakan
polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi seluruh permukaan sel.
4.
Outer
Membrane protein (OMP), Antigen OMP S. typhi merupakan bagian dari dinding
terluar yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang
membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya.OMP berfungsi sebagai barier fisik
yang mengendalikan zat dan cairan kedalam membrane sitoplasma.
Salmonella thypi hanya
dapat hidup pada tubuh manusia. sumber penularan berasal dari tinja dan urine
karier, dari penderita pada fase akut dan penderita dalam fase penyembuhan.
(Soegeng Soegijanto, 2002)
2.3.5.
Patogenesis
Infeksi terjadi pada
saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus, melalui pembuluh limfe halus
masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ organ terutama hati dan limpa.
Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam dalam hati dan limpa sehingga
organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil
masuk kembali ke dalam darah (bakteremia) dan menyebar ke seluruh tubuh
terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus menimbulkan tukak berbentuk
lonjong pada mukosa di atas plak penyeri. Tukak tersebut dapat menyebabkan
pendarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin,
sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus. (Ngastiyah. 2005)
2.3.6. Patofisiologi
Umumnya
prognosis tifus abdominalis tidak begitu berbahaya, asal pasien cepat berobat.
Mortalitas pada pasien yang dirawat ialah 6%. Prognosis menjadi berbahaya jika
terdapat gambaran klinis yang berat seperti :
a. Demam
tinggi ( hiperpireksia ) atau febris kontinua.
b. Kesadaran
sangat menurun ( sopor, koma atau delirium )
c. Terdapat
komplikasi yang berat, misalnya dehidrasi dan asidosis perforasi. (Ngastiyah.
2005)
2.3.7.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis demam
tifoid pada anak biasanya lebih ringan dari pada orang dewasa. Masa tunas 10-20
hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan
jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin
ditemukan gejala prodromal, yaitu perassaan tidak enak badan, lesu, nyeri
kepala, pusing tidak bersemangat dan nafsu makan kurang.
Gambaran klinis yang
biasa ditemukan ialah :
1. Demam
Pada
kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu
tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik
setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan
malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam, pada
minggu ketiga suhu berangsung turun dan normal kembali pada akhir minggu
ketiga.
2. Gangguan
pada saluran pencernaan.
Pada
mulut terdapat nafas berbau tidak seda, bibir kering dan pecah-pecah ( ragaden
). Lidah tertutup selaput putih kotor ( coated tongue ), ujung dan tepinya
kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut
kembung ( meteorismus ). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan.
Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal.
3. Gangguan
Kesadaran
Umunya
kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai somnolen.,
jarang terjadi sopor, koma atau gelisah
( kecuali penyakit berat dan
terlambat mendapatkan pengobatan ). (Ngastiyah. 2005)
2.3.8.
Komplikasi
Pada usus halus,
umumnya jarang terjadi tetapi bila terjadi sering fatal.
a. Pendarahan
usus
Bila sedikit hanya ditemukan jika
dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika pendarahan banyak dapat
terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda – tanda renjatan.
b. Perforasi
usus
Perforasi yang tidak disertai
peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum,
yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada
foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
c. Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi
terdapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu
nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang ( defence musculair ).
Komplikasi di luar
usus, terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis ( bakteremia ), yaitu
meningitis, kolesistitis, ensefalopati, dll. Terjadi karena infeksi sekunde,
yaitu bronkopneumonia. (Ngastiyah. 2005)
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1
Asuhan
Keperawatan Anak dengan Masalah Diare
A.
Pengkajian
Anamnesa
Anamnesa adalah
mengetahui kondisi pasien dengan cara wawancara atau interview. Mengetahui
kondisi pasien untuk saat ini dan masa yang lalu.
Anamnesa mencakup
identitas pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan
dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan
lingkungan dan tempat tinggal.
1. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu :
nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS,
tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab : nama,
umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan
alamat.
2. Keluhan
utama
Merupakan hal yang paling klien
rasakan
Contoh : BAB lebih dari 3 x
3. Riwayat
Kesehatan Sekarang ( PQRST )
Mengkaji keluhan kesehatan yang
dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi palliative, provocative,
quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time.
BAB warna kuning kehijauan,
bercampur lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih
dari 3 kali, waktu pengeluaran 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare
berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Mengkaji apakah pernah mengalami
diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang
(perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan,
ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat
Kesehatan Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu
keluarga yang mengalami diare.
6. Riwayat Imunisasi
Mengkaji imunisasi yang pernah di
berikan kepada klien, seperti imunisasi Polio, BCG, DPT, dll.
7. Riwayat
Psikososial
Psiko
sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul
gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya.
8. Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tempat tinggal
klien, mengenai kebersihan lingkungan tempat tinggal, area lingkungan rumah,
dll.
Pemeriksaan Fisik
1. Antopometri
Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar
lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
2. Keadaan umum
Klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
3. Kepala
Ubun-ubun
tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih.
4. Mata
Cekung,
kering, sangat cekung
5. Sistem pencernaan
Mukosa
mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu
makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan
kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum.
6. Sistem Pernafasan
Dispnea,
pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot
pernafasan)
7. Sistem kardiovaskuler
8. Sistem integumen
Warna
kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 derajat
celsius, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time
memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
9. Sistem perkemihan
Urin
produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari
sebelum sakit.
10. Dampak hospitalisasi
Semua anak
sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu
bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus
asa, dan kemudian menerima.
Pemeriksaan
Penunjang
1. Laboratorium :
Ø Feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
Ø Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
Ø AGD
: asidosis metabolic
Ø Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2. Radiologi :
Mungkin
ditemukan bronchopneumoni
B. Analisa Data
DATA
|
ETIOLOGI
|
MASALAH
|
DS : -
DO
:
·
Ubun-ubun cekung
·
Berat badan turun
·
Bising usus meningkat
·
Turgor kurang
·
Frekuensi buang air besar meningkat
·
Muntah
|
(Gangguan
Osmotik)
Makanan
/ zat yang tidak dapat diserap oleh usus.
Tekanan
osmotic dalam rongga usus meningkat
Terjadi pergeseran air dan elektrolit
ke dalam rongga usus.
Isi rongga usus berlebihan
Merangsang rongga usus yang berlebihan
Diare
|
Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit
|
DS :
·
Klien mengatakan mulut terasa
pahit dan badan lemas
DO
:
·
Anoreksia
·
Muntah
·
Berat badan turun
|
Gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit
Lambung
/ saluran pencernaan meradang
Nafsu
makan berkurang / tidak ada
Intake
nutrisi kurang
|
Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi
|
DS :
·
Klien menyatakan nteri pada
bagian daerah anus
DO
:
·
Frekuensi buang air besar
meningkat
·
Lecet di sekitar anus
|
Gangguan
absorpsi usus
Frekuensi
buang air besar meningkat
Anus
dan sekitarnya basah dan lembab
Anus
dan sekitarnya lecet
|
Potensial
kerusakan integritas jaringan kulit sekitar anus.
|
DS :
·
Klien menyatakan badannya terasa
panas
DO
:
·
Suhu lebih dari 380C
·
Cengeng
|
Invasi
kuman di usus
Multiplikasi
dalam usus
Peradangan Pengeluaran
usus toksin
Tanda dan Merangsang
radang hypotalamus
Peningkatan Peningkatan
Suhu tubuh Suhu tubuh
|
Gangguan
rasa nyaman : panas (hypertermi)
|
C. Diagnosa Perawatan
1. Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan output cairan yang
berlebihan melalui diare sekunder terhadap gangguan osmotic.
2. Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan tidak adequatnya intake nutrisi
sekunder terhadap muntah dan diare.
3. Potensial
kerusakan integritas jaringan kulit sekitar anus berhubungan dengan iritasi
sekunder terhadap frekuensi buang air besar yang meningkat
4. Gangguan
rasa nyaman panas (hypertermi) berhubungan dengan proses tidak adequatnya
intake nutrisi sekunder terhadap muntah dan diare.
D. Perencanaan Keperawatan
No.
|
Diagnosa Perawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan output cairan yang
berlebihan melalui diare sekunder terhadap gangguan osmotic. Ditandai dengan
:
DS
: -
DO :
·
Ubun-ubun cekung
·
Berat badan turun
·
Bising usus meningkat
·
Turgor kurang
·
Frekuensi buang air besar meningkat
·
Muntah
|
Tupen :
Kebutuhan cairan terpenuhi dalam
jangka waktu 1x 24 jam.
Tupan :
Keseimbangan cairan dan elektrolit
terpenuhi dalam jangka waktu 3x24 jam.
Dengan criteria hasil :
- Tanda vital dalam batas normal
(N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
- Turgor elastik ,
membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
- Konsistensi BAB
lembek, frekwensi 1 kali perhari
|
-
Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan
dan elektrolit
-
Pantau
intake dan output
-
Timbang berat
badan setiap hari
-
Anjurkan
keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
-
Kolaborasi
:
1.
Pemeriksaan
laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
2.
Cairan
parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
3.
Obat-obatan
: (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
|
Penurunan sirkulasi volume cairan
menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekatan urin.
Dehidrasi dapat meningkatkan laju
filtrasi glomerulus membuat keluaran tak adekuat untuk membersihkan sisa
metabolisme.
Mendeteksi kehilangan cairan ,
penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
Mengganti cairan dan elektrolit
yang hilang secara oral
Koreksi keseimbang cairan dan
elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
Mengganti cairan dan elektrolit secara
adekuat dan cepat.
Anti sekresi untuk menurunkan
sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses
absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk
menghambat endotoksin.
|
2.
|
Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan tidak adequatnya intake
nutrisi sekunder terhadap muntah dan diare. Ditandai dengan :
DS :
·
Klien mengatakan mulut terasa
pahit dan badan lemas
DO
:
·
Anoreksia
·
Muntah
·
Berat badan turun
|
Tupen :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi dalam
jangka waktu 2 hari
Tupan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah
di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Dengan criteria hasil :
– Nafsu makan meningkat
|
-
Diskusikan
dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan
air terlalu panas atau dingin)
-
Ciptakan
lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah,
sajikan makanan dalam keadaan hangat
-
Berikan
jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
-
Monitor
intake dan out put dalam 24 jam
-
Kolaborasi
dengan tim kesehtaan lain :
a.
terapi
gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b.
obat-obatan
atau vitamin
( A)
|
Serat tinggi, lemak,air terlalu
panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.
Situasi yang nyaman, rileks akan
merangsang nafsu makan.
Mengurangi
pemakaian energi yang berlebihan
Mengetahui jumlah output dapat
merencenakan jumlah makanan.
Mengandung
zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
|
3.
|
Potensial
kerusakan integritas jaringan kulit sekitar anus berhubungan dengan iritasi
sekunder terhadap frekuensi buang air besar yang meningkat. Ditandai dengan :
DS :
·
Klien menyatakan nteri pada
bagian daerah anus
DO
:
·
Frekuensi buang air besar
meningkat
·
Lecet di sekitar anus
|
Kerusakan kulit tidak terjadi, dengan
criteria hasil :
– Tidak terjadi iritasi :
kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
|
-
Diskusikan
dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
-
Demontrasikan
serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti
pakaian bawah serta alasnya)
-
Atur
posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
|
Kebersihan
mencegah perkembang biakan kuman
Mencegah terjadinya iritassi kulit
yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman feces
Melancarkan
vaskularisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan
iritasi .
|
4
|
Gangguan
rasa nyaman panas (hypertermi) berhubungan dengan proses tidak adequatnya
intake nutrisi sekunder terhadap muntah dan diare. Ditandai dengan :
DS :
·
Klien menyatakan badannya terasa
panas
DO
:
·
Suhu lebih dari 380C
·
Cengeng
|
Setelah dilakukan tindakan
perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh, dengan
criteria hasil :
- Suhu tubuh dalam batas normal (
36-37,5 C)
|
-
Monitor
suhu tubuh setiap 2 jam
-
Berikan
kompres hangat
-
Kolaborasi
pemberian antipirektik
|
Deteksi dini terjadinya perubahan
abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
Merangsang pusat pengatur panas
untuk menurunkan produksi panas tubuh
Merangsang pusat pengatur panas di
otak.
|
3.2
Asuhan
Keperawatan Anak dengan Masalah Tifoid
A. Pengkajian
Anamnesa
Anamnesa adalah
mengetahui kondisi pasien dengan cara wawancara atau interview. Mengetahui
kondisi pasien untuk saat ini dan masa yang lalu.
Anamnesa mencakup
identitas pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan
dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan
lingkungan dan tempat tinggal.
1. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu :
nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS,
tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab : nama,
umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan
alamat.
2. Keluhan
utama
Pada
pasien tifoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu makan
menurun, panas dan demam.
3. Riwayat
Kesehatan Sekarang ( PQRST )
Mengkaji keluhan kesehatan yang
dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi palliative, provocative,
quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time.
Pada
umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual, muntah,
diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala pusing, nyeri
otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah
sebelumnya pasien pernah mengalami sakit thypoid, apakah tidak pernah, apakah
menderita penyakit lainnya.
5. Riwayat
Kesehatan Keluarga
Apakah
dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau sakit yang
lainnya.
6. Riwayat Imunisasi
Mengkaji imunisasi yang pernah di
berikan kepada klien, seperti imunisasi Polio, BCG, DPT, dll.
7. Riwayat
Psikososial
Psiko
sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul
gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang
dideritanya.
8. Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tempat tinggal
klien, mengenai kebersihan lingkungan tempat tinggal, area lingkungan rumah,
dll.
Pemeriksaan Fisik
1.
Keadaan
umum
Biasanya
pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak
enak, anorexia.
2.
Kepala
Kepala tidak ada
bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong,
muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah,
fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
3.
Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk
simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.
4.
Sistem respirasi
Apa ada pernafasan
normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.
5.
Sistem
kardiovaskuler
Biasanya pada pasien
dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa
didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.
6.
Sistem
integument
Kulit
bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
7.
Sistem eliminasi
Pada pasien typoid
kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami
penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
8.
Sistem
muskuloskolesal
Apakah ada gangguan
pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.
9.
Sistem endokrin
Apakah di dalam
penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.
10.
Sistem
persyarafan
Apakah kesadarn itu
penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.
Pemeriksaan
Penunjang
1. Pemeriksaan
yang mendukung diagnosis :
Ø Darah
tepi; terdapat gambaran leukopenia ringan atau normal, limfositosis relatif
(jarang), dan eosinofilia, mungkin terdapat anemia ringan.
2. Pemeriksaan
konfirmasi diagnosis :
Ø Biakan
empedu dari bahan darah atau sumsum tulang
Ø Serologis
widal bila perlu diulang pada saat penyembuhan.
3. Pemeriksaan
penunjang komplikasi :
Ø Perdarahan
usus ringan/tersembunyi : uji benzidin tinja.
Ø Perforasi
usus/peritonitis : foto polos perut tiga posisi.
Ø Kolesistitis
: USG hati dan kandung empe
Ø Meningitis/ensefalitis
: punksi lumbal
Ø Bronkhopneumonia
: thoraks foto.
Ø Hepatitis
: uji faal hati dan SGOT/SGP
B. Analisa Data
DATA
|
ETIOLOGI
|
MASALAH
|
DS :
·
Klien mengeluh badannya panas
DO :
·
Suhu tubuh > 380 C
·
Leukosit < 5000 / mm3
·
Frekuensi nadi > 100x / menit
·
Muka merah
·
Bibir pecah-pecah
·
Banyak keringat
|
Makanan
yang terkontaminasi Salmonela Typosa atau Salmonela Paratyphi A,B,C
Masuk
usus halus lalu terjadi proses infeksi
Masuk
ke dalam aliran darah
Bakteri melepas Endotoksin
Merangsang sintesa dalam pelepasan zat
pytrogen oleh leukosit pada jaringan yang merangsang
Infeksi disampaikan Hypotalamus bagian
termoregulator melalui ductus toracicus.
|
Gangguan
keseimbangan suhu
|
DS :
·
Klien mengatakan mulut terasa
pahit dan badan lemas
DO :
·
Porsi makan tidak habis dari yang
disediakan
·
Klien tampak lemah
·
Klien muntah
·
Berat badan menurun
|
Proses
infeksi di usus halus
Fungsi
usus halus dalam mengabsorbsi makanan terganggu
Sari-sari
makanan yang diabsorbsi menurun
Nutrisi
kurang terpenuhi
|
Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi
|
DS :
·
Klien mengatakan lemah untuk
melakukan aktivitas
DO :
·
Porsi makan tidak habis
·
Klien tampak lemah
Klien bedrest,
aktivitas di bantu
|
Intake
nutrisi lemah
Metabolisme
glukosa terganggu
Pembentukan ATP dan ADP terganggu
Energi berkurang dan terjadi kelemahan
otot
Aktivitas
terganggu
|
Gangguan
aktivitas sehari-hari
|
DS
: -
DO :
·
Suhu tubuh . 380 C
·
Pengeluaran sekresi keringat
banyak
·
Minum air kurang
·
Bibir kering dan pecah-pecah
|
Peningkatan suhu tubuh
Dilatasi pembuluh darah
Evaporasi
berlebih
Dehidrasi
|
Potensial
terjadi dehidrasi
|
C. Diagnosa Perawatan
1. Gangguan
keseimbangan suhu tubuh ( hyperthermia ) berhubungan dengan adanya infeksi
dalam tubuh
2. Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan absorbsi
makanan terganggu
3. Gangguan
aktivitas sehari-hari sehubungan dengan kondisi pasien lemah.
4. Potensial
terjadi dehidrasi berhubungan dengan pemasukan cairan yang kurang
D. Perencanaan Keperawatan
No.
|
Diagnosa Perawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Gangguan
keseimbangan suhu tubuh (hyperthermia) berhubungan dengan adanya infeksi
dalam tubuh. Ditandai dengan :
DS :
·
Klien mengeluh badannya panas
DO :
·
Suhu tubuh > 380 C
·
Leukosit < 5000 / mm3
·
Frekuensi nadi > 100x / menit
·
Muka merah
·
Bibir pecah-pecah
·
Banyak keringat
|
Suhu tubuh normal dalam waktu 3x24 jam
dengan criteria :
-
Suhu : 36 – 37 0 C
-
Klien tidak mengeluh adanya panas badan
|
- Observasi
TTV tiap 4 jam sekali
- Berikan
penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh
- Anjurkan
klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat
- Batasi
pengunjung
- Anjurkan
pasien untuk banyak minum, minum 2,5 liter / ±
24 jam
- Memberikan
kompres dingin
-
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian antibiotik dan
antipiretik.
|
Tanda-tanda vital merupakan acuan
untuk mengetahui keadaan umum pasien
Klien dan keluarga mengetahui sebab
dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang timbul
Menjaga agar klien merasa nyaman,
pakaian tipis akan membantu mengurangi penguapan
Agar klien merasa tenang dan udara di
dalam ruangan tidak terasa panas
Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan
penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang
banyak
Untuk membantu menurunkan suhu tubuh
Antibiotik untuk mengurangi infeksi
dan antipiretik untuk menurangi panas.
|
2.
|
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan absorbsi makanan terganggu. Ditandai
dengan :
DS :
·
Klien mengatakan mulut terasa
pahit dan badan lemas
DO :
·
Porsi makan tidak habis dari yang
disediakan
·
Klien tampak lemah
·
Klien muntah
·
Berat badan menurun
|
Pasien mampu
mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat, dengan criteria :
-
Nafsu makan meningkat
-
Pasien mampu menghabiskan
makanan sesuai dengan porsi yang diberikan
|
-
Jelaskan pada klien dan
keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi
-
Timbang berat badan klien
setiap 2 hari
-
Beri nutrisi dengan diet
lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang, maupun menimbulkan
banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.
-
Beri makanan dalam porsi kecil
dan frekuensi sering.
-
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian antasida dan nutrisi parenteral
|
Untuk meningkatkan pengetahuan klien
tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat.
Untuk
mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan
Untuk
meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
Untuk
menghindari mual dan muntah
Antasida
mengurangi rasa mual dan muntah.
Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang |
3.
|
Gangguan
aktivitas sehari-hari sehubungan dengan kondisi pasien lemah. Ditandai dengan
:
DS :
·
Klien mengatakan lemah untuk
melakukan aktivitas
DO :
·
Porsi makan tidak habis
·
Klien tampak lemah
·
Klien bedrest, aktivitas di bantu
|
Aktivitas sehari-hari terpenuhi dalam
waktu 3x 24 jam, dengan criteria :
-
Klien mampu melakukan aktivitas tanpa dibantu
|
-
Beri motivasi pada pasien dan
kelurga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan (missal. Miring kanan,
miring kiri)
-
Kaji kemampuan pasien dalam
beraktivitas (makan, minum)
- Dekatkan
keperluan pasien dalam jangkauannya.
-
Berikan latihan mobilisasi
secara bertahap sesudah demam hilang
|
Agar pasien dan keluarga mengetahui
pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest
Untuk mengetahui sejauh mana kelemahan
yang terjadi
Mempermudah pasien dalam melakukan
aktivitas.
Menghindari kekakuan sendi dan
mencegah adanya dekubitus
|
4
|
Potensial
terjadi dehidrasi berhubungan dengan pemasukan cairan yang kurang, ditandai
dengan :
DS
: -
DO :
·
Suhu tubuh . 380 C
·
Pengeluaran sekresi keringat
banyak
·
Minum air kurang
·
Bibir kering dan pecah-pecah
|
Kekurangan cairan tidak terjadi
dalam kurun waktu 3x24 jam , dengan criteria :
-
Turgor kembali normal
-
Kelopak mata tidak cekung
-
Klien tampak segar
|
-
Berikan penjelasan tentang
pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga
-
Observasi pemasukan dan
pengeluaran cairan
- Anjurkan
pasien untuk banyak minum
2,5 liter / ±
24 jam.
- Observasi
kelancaran tetesan infuse.
-
Kolaborasi dengan dokter untuk
terapi cairan (oral / parenteral).
|
Mempermudah pemberian cairan (minum)
pada pasien.
Untuk mengetahui keseimbangan cairan
Untuk pemenuhan kebutuhan cairan
Untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan
mencegah adanya edema.
Untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang
tidak terpenuhi (secara parenteral).
|
BAB
IV
PENUTUP
1.1.
Kesimpulan
Makna
pertukaran antara organisme manusia dengan lingkungan nya. Kelainan inflamasi
dan malabsorpsi akan mengganggu keutuhan
fungsi traktus gastrointestinal, di samping itu karena system dan sawar
(barier) mukosa usus setelah bayi lahir masih berada dalam proses menuju
maturitas, maka usus bayi sangat rentan terhadap ancaman infeksi.
Diare
ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih
dari 3 kali pada anak, dengan konsistensi encer, dapat berwarna hijau, atau
dapat pula bercampur lender dan darah atau lender saja.
Sedangkan
demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan dan gangguan kesadaran.
Kedua penyakit ini dapat menyebar dengan
mudah melalui kontak langsung maupun tidak langsung. Tranmisi kuman dapat
melalui cara menelan makanan atau minuman yang sudah tercemar sehingga
transmisi atau penyebaran kuman ini sangat rentan terjadi pada anak-anak, maka
tak heran ketika data departemen kesehatan RI, menyebutkan bahwa angka
kesakitan diare di Indonesia saat ini adalah 230-330 per 1000 penduduk untuk
semua golongan umur balita. Anka kematian diare golongan umur balita adalah
sekitar 4 per 1000 balita. Sedangkan pada kasus deman tifoid prevalensi
terdapat 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun.
Hal ini terjadi hampir 85 % dikarenakan
kurang pedulinya masyarakat terhadap lingkungan yang bersih dan gaya hidup
sehat, diantaranya paparan lingkungan yang patogenik, diet yang tidak memadai,
dan malnutrisi yang menunjang penyebab timbulnya suatu penyakit.
1.2
Saran
Diharapkan
makalah ini bisa memerikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa calon perawat, sebagai bekal terutama ketika
melakukan praktik atau bekerja pada ruang perawatan anak, sehinga kami
menyarankan agar teman-teman perawat membaca dan memahami isi makalah ini
sehinga menjadi bekalkan bila menghadapi kasus yang kami bahas ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Wong,
Dona L. 2008. Buku Ajar Keperawatan
Pediatrik. ECG. Jakarta
Donna,
Medical Surgical Nursing, WB Saunders, 1991
Brunner / Suddarth, Medical Surgical Nursing, JB Lippincot Company, Philadelphia, 1984
Brunner / Suddarth, Medical Surgical Nursing, JB Lippincot Company, Philadelphia, 1984
Donna L.Wong, dkk.2002.Buku Ajar Leperawatan Pediatrik.Ed.6.Jakarta;EGC
assalam...
BalasHapusgan izin sedot artikelnya buat di jadi'in tugas kuliah,,,
:)
asek ketemu temen
BalasHapus